2008-10-22

PDRI 1948-1949 DI LIMA PULUH KOTA




JANGAN HILANGKAN SEJARAH.

Apa jadinya Republik Indonesia, jika PDRI tidak ada ???

Apa jadinya Republik Indonesia, jika Sjafruddin Prawiranegara tidak mau kembali atau mengembalikan mandat Presiden/Wakil Presiden (Soekarno/Hatta); sekalipun mandat untuk menjalankan pemerintahan, selama kedua pemimpin bangsa itu ditawan tentara Belanda tidak pernah samapi ke tangan Sjafruddin.

Hal ini terungkap dalam Khutbah shalat Idul Fitri yang disampaikan KH.Ismail Hasan SH yang sengaja datang ke VII Koto untuk berhari raya bersama masyarakat.

Memang sulit dibayangkan apa yang akan terjadi


Siapapun boleh tidak simpati dan tidak setuju terhadap perilaku seseorang atau beberapa orang pemimpin, tetapi jangan sampai menghilangkan jasa dan pengorbanan masyarakat selama masa perjuangan merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Terutama semasa Perang Kemerdekaan I dan II

Uraian peristiwa perundingan yang berjalan sangat alot di rumah Kak Jawa ( Jawahir) di Padang Japang yang beralangsung semalam suntuk namun tidak mencapai kata sepakat antara utusan Soekarno/Hatta yakni M. Nasir Dt. Sinaro bersama Leimendan , Agus Yaman; dengan delegasi PDRI yang dipimpin langsung oleh Sjafruddin Prawiranegara. Namun setelah malam berganti siang tanggal 7 Juli 1949 Sjafruddin menyatakan persetujuannya setelah terus dibujuk M. Natsir. Hal ini disampaikanKH.Ismail Hasan SH, bertindak sebagai khatib shalat Idul Fitri 1 Syawal 1429 H. di lapangan bola kaki Koto Kociak, Kenagarian TujuahKoto, Kecamatan Guguak Kabupaten Lima Puluh Kota. Bertepatan dengan tgl 1 Oktober 2008.
Di tempat shalat Idul Adha di lapangan sepaknpla Koto Kociak itu, rombongan Sjafruddin yang hendak berangkat ke Jogjakarta menyampaikan kata-kata perpisahan kepada rakyat pejuang dan seluruh lapisan masyarakat. Mereka Pamit.
Semasa perang kemerdekaan II tersebut, termasuk segala bentuk kegiatan perajuangan yang dilakukan PDRI, tidak dapat dihitung lagi jumlah pengoirbanan masyarakat demi Indonesia Merdeka, mulai dari hilangnya rasa aman; nasi bungkus, rumah dibakar anak,orang tua dan remaja yang ikut berjuang mengoirbankan nyawanya demi Republik.
Sekalipun seluruh pengorbanan itu dilakukan dengan ikhlas. Tetapi tidak dapat diungkapkan oleh para pejuang yang tersisa saat ini " APA SIH PENGHARGAAN NEGARA UNTUK MEMBALAS PENGORBANAN RAKYAT ITU ?;
JANGANKAN MEMBERIKAN PENGHARGAAN DAN TANDA-TANDA KEPAHLAWANAN, IKUT HADIR MEMPERINGATI HARI-HARI BERSEJARAH TERHADAP KELANGSUNGAN REPUBLIK INDONESIA ITU, TIDAK ADA DILAKUKAN PEMERINTAH RI, "
Apalah artinya penetapan hari Bela Negara tanggal 19 Desember; hari ditawannya Presiden dan Wakil Presiden RI oleh Belanda atau hari digempurnya Jogjakarta dan Bukittinggi oleh Belanda ?. Bila dibandingkan dengan pengorbanan nyawa, dan harta benda rakyat saat itu tidak arti apa-apa. Hari tanggal 19 Desember tersebut PDRI belum ada, PDRI bersama susunan pemerintahannya baru diumumkan ( diproklamirkan ) di Halaban Lima Puluh Kota tanggal 22 Desember.

.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum pak,
salam dari urang rantau, bako wak di padang japang...
menarik pak tulisan-tulisannya, terutama tulisan arkeologis dan geografinya...